BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Jika
kita ingin pergi ke pantai Kute dari pantai Senggigi, tetapi tanpa sadar
memakai peta untuk menuju Gunung Pengsong. Tentu saja, sebaik-baik usaha kita
selama perjalanan, kita tidak akan mencapai tujuan. Apapun yang kiata
lakukan entah itu menambah kecepatan,
entah menyetir dengan lebih hati-hati, tetapi jika kita tetap berpegangan pada
peta yang keliru, semuausaha kita akan sia-sia. Permasalahan pokoknya bukam
terletak pada tindakan atau usaha kita, melainkan pada petunjuk atau peta yang
salah.
Petunjuk
atau pradigma adalah suatu teori, persepektif, atau krangka berfikir yang
menentukan bagaimana kita memandang, menginterpretasikan, dan memahami
aspek-aspek kehidupan. Untuk bisa mencapai tujuan dengan benar, kita membutuhkan
peta yang baik dan tepat. Jadi, pradigma bisa dikatakan sebagai peta dalam perjalanan
kita dalam kehidupan ini (Anita Lie, 2 : 2010).
Dalam
dunia pendidikan, pradigma lama mengenai proses belajar-mengajar bersumber pada
teori (atau mungkin lebih tepatnya, asumsi) tabula
rasa John Locke. Lock (dalam
Anita Lie, 2 : 2010) mengatakan bahwa fikiran seorang anak seperti kertas
kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata
lain, otak seorang anak ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan sang mahaguru. Berdasarkan asumsi ini dan asumsi yang
sejenisnya, banyak guru dan dosen melaksanakan kegiatan-kegiatan
belajar-mengajar sebagai berikut: 1) memindahkan pengetahuandari guru ke siswa,
2) mengisi botol dengan pengetahuan, 3) menotak-ngotakkan siswa, dan 4) memacu
siswa dalam kompetisi bagaikan ayam aduan.
Johnson
dan Smith (dalam Anita Lie, 3 : 2010) pradigma yang lama adalah memberikan
pengetahuan kepada siswa pasif. Dalam kontek pendidkan tinggi, pradigma ini
juga berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu
bidang, dia pasti akan dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu mengenai proses
belajar mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya
ke dalam botol kosong yang siap menerimanya.
Masih
banyak guru dan dosen mengangap pradigma lama ini sebagai satu-satunya
alternative. Mereka mengajar dengan metode ceramah mengarapkan siswa duduk,
diam, dengar, catat, dan hafal (3DCH) serta mengadu siswa satu sama lain.
Tuntutan
dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi
mempertahankan pradigama lama tersebut. Teori, penelitian, dan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa paru guru dan dosen sudah harus
mengubah pradigma pengajaran. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar berdasarkan berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai
berikut : 1) pengetahuan ditemukan,
dibentuk, dan dikembang oleh siswa, 2) siswa membangun pengetahuan secara
aktif, 3) pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa
dan 4) pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi
antara guru dan siswa.
Berdasarkan
pemikiran yang ke empat terebut Johnson dan Smith (dalam Anita Lie, 5-6 : 2010)
mengatakan kegiatan pendidikan adalah
susatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi.
Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi
ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun
pengertian dan pengetahuan bersama.
Walaupun
disadari bahwa siswa mendapat banyak keuntungan dari diskusi yang mengaktifkan
mereka, tidak banyak guru yang melakukannya. Krop dan Yoels (dalam Anita Lie, 6
: 2010) mencatat pengamatan mereka ditingkat perguruan tinggi dan menemukan
bahwa dalam kelas dengan mahaiswa yang berjumlah kurang dari 40, hanya empat sampai
lima mahasiswa saja yang mengguanakan 75% dari waktu interaksi yang disediakan.
Dalam kelas yang berisi lebih dari 40 Mahasiswa, hanya dua sampai tiga
mahasiswa yang mendominasi separuh dari interaksi kelas.
Oleh
karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga
siswa bekerja sama secara gotong royong. Untuk menciptakan suasana tersebut
model pembelajaran Cooperatif Learning Think-Pire-Shere merupakan model yang saya kira tepat untuk
diterapkan tanpa mengurangi kelebiahan metode laian.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa itu model pembelajaran Think-Pire-Share ?
2.
Bagaimana model pembelajaran Think-Pire-Share ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui apa itu model pembelajaran Think-Pire-Share.
3.
Untuk menjelaskan model pembelajaran Think-Pire-Share.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kita berangkat dari model pembelajaran, Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifivitas pembelajaran (Agus
Suprijono, 2009: 45-46). Pendapat lain menyatakan model pembelajaran adalah
pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar mengajar
yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu pengajaran ( Muhibin, 2004 : 189).
Berdasarkan pendapat diatas, model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar .
Model pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang menganut falsafah homo
homoni socius, falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar mahkluk
hidup atau lebih menekankan pada kerja sama antar kelompok sehingga menumbuhkan
nilai gotong royong (Anita Lie, 2010 : 88).
Model Think-Pair-Share
tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share
dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini
pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun
1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan
pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk
bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu
lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab
seluruh kelas ( Anita lie, 2010: 57).
Seperti namanya ‘Thinking’, pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau
isu terkait dengan pelajaran untuk difikirkan oleh peserta didik. Guru memberi
kesempatan kepada mereka memikirkan jawabanya. Selanjutnya ‘Pairing’, guru meminta peserta didik berpasang pasangan. Beri
kesempatan pada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diskusi ini diharapkan
memperdalam jawaban yang telah difikirkannya melalui itersubjektif dengan
pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tipa pasangan hasilnya
dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas, tahap ini dikenal dengan ‘Sharing’, sehingga pada akhirya
diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorog pengonstruksian pengetahuan secara
integratif (Agus Suprijono, 2009 : 91).
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think–Pair-Share sederhana , namun penting terutama dalam
menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta
siswa untuk memikirkan sesuatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan
mendikusikan , kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas.
B.
Tahap-Tahap
Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-Shaare
Tahap utama dalam pembelajaran Think–Pair-Share menurut
( Ibrahim Muslim dkk: 2000 ) adalah sebagai berikut :
Tahap 1: Thinking ( Berfikir)
Guru
mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa
diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk
beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing ( Berpasangan )
Guru
meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah
dipikirkan pada tahap pertama. Dalam tahap ini setiap anggota pada kelompok
membandingkan jawaban yang dianggap paling benar daan paling meyakinkan atau
paling unik. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (Berbagi)
Pada
tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas,
tentang yang menjadi topic pembicaraan. Keterampilan berbagi dalam seluruh
kelas dapat dilakukan dengan menunjukkan pasangan yang secara suka rela
bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran , pasangan demi
pasangan hingga sekitar ¼ pasangan telah mendapatkan kesempatan untuk
melaporkan.
C.
Langkah
Atau Alur Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Adapun langkah
atau alur pembelajaran dalam model Think – Pair- Share untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
No.
|
Langkah pembelajaran
|
Aktifitas
|
1.
|
Langkah 1: Guru menyampaikan
pertanyaan
|
Guru melakukan apersepsi, menjelaskan
tujuan pembelajaran dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang akan disampaikan
|
2.
|
Langkah 2: Siswa berfikir secara
individual
|
Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru.
Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil
pemikiran masing-masing.
|
3.
|
Langkah 3: Setiap siswa mendiskusikan
hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan.
|
Guru mengorganisasikan siswa untuk
berpasangan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan
jawaban yang menurutnya paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa
untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi
dengan LKS ( Lembar Kerja Siswa) sehingga kumpulan soal latihan / pertanyaan
yang dikerjakan secara kelompok.
|
4.
|
Langkah 4: siswa berbagi jawaban
dengan seluruh kelas
|
Siswa mempresentasikan jawaban atau
pemecahan masalah secara individual/ kelompok di depan kelas.
|
5.
|
Langkah 5: menganalisis dan
mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
|
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka
diskusikan.
|
Kegiatan Berfikir–Berpasangan–Berbagi dalam model Think–Pair-Share
memberikan keuntungan siswa secara individual dapat mengembangkan pemikiran
masing-masing karena adanya waktu berfikir (Think time) sehingga
kualitas jawaban juga meningkat.
Think–Pair-Share
digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa
terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa
ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru hanya
memberikan informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan
bagi anak dalam mencari dan menemukan sendiri informasinya.
D.
Kelebihan
Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kelebihan model pembelajaran Think–Pair-Share
(Berfikir–Berpasangan– Berbagi) adalah sebagai berikut :
a. Memberika
siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama
lain.
b. Optimalisasi
partisipasi, dengan model klasik yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju
dan membagikan hasilnya untuk keseluruhan kelas. Think–Pair-Share
(Berfikir–Berpasangan–Berbagi) memberikan kesempatan siswa untuk dikenali dan
menunjukkan partisipasi mereka pada orang lain.
c. Para
guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berfikir ketika menggunakan
Think–Pair-Share
(Berfikir–Berpasangan–Berbagi). Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan
jawaban siswa, mengamati reaksi siswa dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.
E.
Kelemahan Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kelemahan madel Think–Pair- Share (Berfikir–Berpasangan–Berbagi)
adalah sebagai berikut:
a. Membutuhkan
koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktifitas.
b. Membutuhkan
perhatian khusus dalam penggunaan ruang
kelas.
c. Menguasai
bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat keseluruhan yang sesuai dengan taraf
berfikir anak.
d. Mengubah
kebiasaan siswa belajar dangan cara
mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara
kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
e. Peralihan
dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat memyita waktu pelajaran yang
berharga. Untuk itu guru harus membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat
meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Model pembelajaran Think-Pire-Share
merupakan model pembelajaran yang nermaksud untuk melatih siswa bagaima
mengutarakan pendapat dan juga belajar
menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan
pembelajaran.
Model pembelajaran Think-Pire-Share
diawali dengan guru mengemukakan sebuah permasalahan/pertanyaan terkait dengan
materi yang sedang disampaikan, kemudian siswa di berikan kesempatan berfikir
untuk menjawab permasalahan/pertanyaan tersebut lalu siswa diminta berpasangan
di dalam kelompok masing-masing untuk mendiskusikan masalah tersebut dan pada
akhirnya hasil diskusi tersebut di persentasikan ke seluruh kelas dan ini
disebut tahap shering.
Model pembelajaran ini
lebih menekankan pada keaktifan siswa sebagai pengganti diskusi seluruh kelas
sehingga dengan demikian siswa diharapkan mampu mengutarakan pendapatnya dan
menghargai pendapat orang lain, sehingga tercipta komunikasi/interaksi yang
harmonis antara siswa dan guru maupun siswa dengan siswa.
B.
Kritik
dan Saran
Dalam
penyajian makalah ini masih banyak kekurangannya yang harus disempurnakan lagi,
seperti pepatah menyatakan bahwa: ‘’Tiada gading yang tak retak’’ maka tiada
kesempurnaan tak kesempurnaan tanpa kritik yang konstruktif baik dari dosen
pengampu dan para pembaca. Untuk itu
saran dan kritik diharapkan untuk penyempurnaan makalah kami.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan :
SMP……………….
Mata Pelajaran :
Matematika
Kelas/Semester :
IX/1
Alokasi Waktu :
2 Jam Pelajaran (1 x pertemuan)
Dilaksanakan :
Pada pertemuan ke- 2
I.
Standar
Kompetensi :
Memahami
kesebangunan bangun datar dan penggunaannya
dalam pemecahan masalah
II.
Kompetensi
Dasar : Mengidentifikasi
sifat-sifat dua segitiga sebangun dan
kongruen.
III. Indikator :
1.
Menjelaskan syarat-syarat dua segi tiga yang sebangun
2.
Menghitung salah satu sisi segitiga yang belum
diketahui dari dua segitiga sebangun
IV.
Tujuan
Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan:
1.
Siswa dapat menjelaskan syarat-syarat dua segi tiga
yang sebangun
2.
Siswa dapat menghitung salah satu sisi
segitiga yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun
V.
Materi
Pembelajaran
Kekongruenan
dan kesebangunan
þ Segitiga-segitiga
yang sebangun
VI.
Metode
Pembelajaran
þ Ceramah
þ Demonstrasi
þ Tanya jawab
þ Diskusi, dan pemberian tugas
VII.
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan
Apersepsi : Guru menayakan kepada siswa secara acak
tentang materi sebelumnya, untuk
mengetahui
pemahaman siswa dan mengingatkan kembali tentang bangun-bangun yang sebangun.
Motivasi
: Memotivasi akan pentingnya menguasai
materi ini dengan baik, untuk
membantu
siswa dalam memahami memecahkan masalah.
Kegiatan Inti
1. Guru menyampaikan inti materi tentang segitiga-segitiga yang sebangun
2. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok
yang beranggotakan minimal 4-6 orang
3. Guru mengajukan permasalahan/pertanyaan terkait
dengan materi yang sedang dipelajari
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari
permasalahan yang disampaikan.
5. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau
paling meyakinkan.
6. Siswa kembali kekelompok masing-masing dan
diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusinya pada teman kelompoknya.
7. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan
jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
8. Guru memberikan pengayaan kepada siswa terkait
jawaban dari permasalahan yang telah dipresentasikan oleh kelompok.
Penutup
1.
Guru meminta siswa membuat rangkuman
terkait dengan materi yang telah dibahas.
2.
Guru bersama-sama siswa melakukan
refleksi
3.
Guru memberikan tugas rumah untuk siswa
sebagai latihan agar siswa dapat memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan
materi yang telah dibahas.
VIII. Alat/Bahan/Sumber
Belajar
a.
Alat/Bahan
- Laptop
- LCD
- Spidol
-
Penghapus,
Papan Putih.
b.Sumber
- Buku paket, yaitu buku Matematika SMP ESIS Kelas
IXSemester Ganjil Edisi. 4 , karangan R. Suiman, dkk.
- Buku referensi lain.
IX.
Penilaian
a. Prosedur Penilaian
1.
Penilaian
proses : Observasi
2.
Penilaian
Hasil : Tugas
Individu,Unjuk kemampuan dan Ulangan
Harian
b.Instrumen Penilaian : Uraian Singkat
Contoh Intrumen :
1.
Q
|
N
|
100
|
30
|
O
|
7
|
21
|
15
|
R
|
P
|
M
|
45
|
2.
Perhatikan
gambar di samping. BC // DE, buktikan bahwa ∆ADE sebangun dengan ∆ABC.
KUNCI
JAWABAN
1.
Akibatnya
besar
besar
besar
dan besar
2.
Misal
panjang
dan
.
Karena ∆ADE sebangun
dengan ∆ABC maka
Jadi
perbandingan ruas garis-ruas garis pada kedua kaki ∆ABC adalah :
DAFTAR PUSTAKA
Anita
Lie. 2007. Cooperative Learning . Jakarta : Grafindo.
Anita
Lie. 2010. Cooperative Learning
. Jakarta : Grafindo.
Agus
Suprijono. 2009. Cooperative
Learning . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ibrahim,
Muslim . dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya : University press.
Muhibin.
2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru . JAKARTA: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar