Pages

Sabtu, 19 Mei 2012

model pembelajaran Think-Pire-Share


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Jika kita ingin pergi ke pantai Kute dari pantai Senggigi, tetapi tanpa sadar memakai peta untuk menuju Gunung Pengsong. Tentu saja, sebaik-baik usaha kita selama perjalanan, kita tidak akan mencapai tujuan. Apapun yang kiata lakukan  entah itu menambah kecepatan, entah menyetir dengan lebih hati-hati, tetapi jika kita tetap berpegangan pada peta yang keliru, semuausaha kita akan sia-sia. Permasalahan pokoknya bukam terletak pada tindakan atau usaha kita, melainkan pada petunjuk atau peta yang salah.
Petunjuk atau pradigma adalah suatu teori, persepektif, atau krangka berfikir yang menentukan bagaimana kita memandang, menginterpretasikan, dan memahami aspek-aspek kehidupan. Untuk bisa mencapai tujuan dengan benar, kita membutuhkan peta yang baik dan tepat. Jadi, pradigma bisa dikatakan sebagai peta dalam perjalanan kita dalam kehidupan ini (Anita Lie, 2 : 2010).
Dalam dunia pendidikan, pradigma lama mengenai proses belajar-mengajar bersumber pada teori (atau mungkin lebih tepatnya, asumsi) tabula rasa John Locke. Lock (dalam Anita Lie, 2 : 2010) mengatakan bahwa fikiran seorang anak seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan sang mahaguru. Berdasarkan asumsi ini dan asumsi yang sejenisnya, banyak guru dan dosen melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut: 1) memindahkan pengetahuandari guru ke siswa, 2) mengisi botol dengan pengetahuan, 3) menotak-ngotakkan siswa, dan 4) memacu siswa dalam kompetisi bagaikan ayam aduan.
Johnson dan Smith (dalam Anita Lie, 3 : 2010) pradigma yang lama adalah memberikan pengetahuan kepada siswa pasif. Dalam kontek pendidkan tinggi, pradigma ini juga berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang, dia pasti akan dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu mengenai proses belajar mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya.
Masih banyak guru dan dosen mengangap pradigma lama ini sebagai satu-satunya alternative. Mereka mengajar dengan metode ceramah mengarapkan siswa duduk, diam, dengar, catat, dan hafal (3DCH) serta mengadu siswa satu sama lain.
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan pradigama lama tersebut. Teori, penelitian, dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa paru guru dan dosen sudah harus mengubah pradigma pengajaran. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut : 1)  pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembang oleh siswa, 2) siswa membangun pengetahuan secara aktif, 3) pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa dan 4) pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.
Berdasarkan pemikiran yang ke empat terebut Johnson dan Smith (dalam Anita Lie, 5-6 : 2010) mengatakan  kegiatan pendidikan adalah susatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama.
Walaupun disadari bahwa siswa mendapat banyak keuntungan dari diskusi yang mengaktifkan mereka, tidak banyak guru yang melakukannya. Krop dan Yoels (dalam Anita Lie, 6 : 2010) mencatat pengamatan mereka ditingkat perguruan tinggi dan menemukan bahwa dalam kelas dengan mahaiswa yang berjumlah kurang dari 40, hanya empat sampai lima mahasiswa saja yang mengguanakan 75% dari waktu interaksi yang disediakan. Dalam kelas yang berisi lebih dari 40 Mahasiswa, hanya dua sampai tiga mahasiswa yang mendominasi separuh dari interaksi kelas.
Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong. Untuk menciptakan suasana tersebut model pembelajaran Cooperatif Learning Think-Pire-Shere merupakan model yang saya kira tepat untuk diterapkan tanpa mengurangi kelebiahan metode laian.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu model pembelajaran Think-Pire-Share ?
2.      Bagaimana model pembelajaran Think-Pire-Share ?

C.    TUJUAN
1.      Untuk  mengetahui apa itu model pembelajaran Think-Pire-Share.
3.      Untuk menjelaskan model pembelajaran Think-Pire-Share.



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Teori Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kita berangkat dari model pembelajaran, Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifivitas pembelajaran (Agus Suprijono, 2009: 45-46). Pendapat lain menyatakan model pembelajaran adalah pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu  pengajaran ( Muhibin, 2004 : 189).
Berdasarkan pendapat diatas, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar .
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menganut falsafah homo homoni socius, falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar mahkluk hidup atau lebih menekankan pada kerja sama antar kelompok sehingga menumbuhkan nilai gotong royong (Anita Lie, 2010 : 88).
Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas ( Anita lie, 2010: 57).
Seperti namanya ‘Thinking’, pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk difikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabanya. Selanjutnya ‘Pairing’, guru meminta peserta didik berpasang pasangan. Beri kesempatan pada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diskusi ini diharapkan memperdalam jawaban yang telah difikirkannya melalui itersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tipa pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas, tahap ini dikenal dengan ‘Sharing’, sehingga pada akhirya diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorog pengonstruksian pengetahuan secara integratif (Agus Suprijono, 2009 : 91).
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think–Pair-Share   sederhana , namun penting terutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk memikirkan sesuatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendikusikan , kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas.
B.     Tahap-Tahap Dalam Model Pembelajaran Think-Pair-Shaare
Tahap utama dalam pembelajaran Think–Pair-Share  menurut  ( Ibrahim Muslim dkk: 2000 ) adalah sebagai berikut :
     Tahap 1: Thinking ( Berfikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
    Tahap 2 : Pairing ( Berpasangan )
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Dalam tahap ini setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban yang dianggap paling benar daan paling meyakinkan atau paling unik. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
    Tahap 3 : Sharing (Berbagi)
Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas, tentang yang menjadi topic pembicaraan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjukkan pasangan yang secara suka rela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran , pasangan demi pasangan hingga sekitar ¼ pasangan telah mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.
C.    Langkah Atau Alur  Model Pembelajaran  Think-Pair-Share
Adapun langkah atau alur pembelajaran dalam model Think – Pair- Share    untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
No.
Langkah pembelajaran
Aktifitas
1.
Langkah 1: Guru menyampaikan pertanyaan 
Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan
2.
Langkah 2: Siswa berfikir secara individual
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiran masing-masing.
3.
Langkah 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan.
Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurutnya paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS ( Lembar Kerja Siswa) sehingga kumpulan soal latihan / pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
4.
Langkah 4: siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual/ kelompok di depan kelas.
5.
Langkah 5: menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

Kegiatan Berfikir–Berpasangan–Berbagi dalam model Think–Pair-Share memberikan keuntungan siswa secara individual dapat mengembangkan pemikiran masing-masing karena adanya waktu berfikir (Think time) sehingga kualitas jawaban juga meningkat.  
Think–Pair-Share digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru hanya memberikan informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar pijakan bagi anak dalam mencari dan menemukan sendiri informasinya.
D.    Kelebihan Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kelebihan model pembelajaran Think–Pair-Share (Berfikir–Berpasangan– Berbagi) adalah sebagai berikut :
a.       Memberika siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.
b.      Optimalisasi partisipasi, dengan model klasik yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk keseluruhan kelas. Think–Pair-Share (Berfikir–Berpasangan–Berbagi) memberikan kesempatan siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka pada orang lain.
c.       Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berfikir ketika menggunakan Think–Pair-Share (Berfikir–Berpasangan–Berbagi). Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.

E.     Kelemahan  Model Pembelajaran Think-Pair-Share
Kelemahan madel Think–Pair- Share (Berfikir–Berpasangan–Berbagi) adalah sebagai berikut:
a.       Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktifitas.
b.      Membutuhkan perhatian khusus  dalam penggunaan ruang kelas.
c.       Menguasai bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat keseluruhan yang sesuai dengan taraf berfikir anak.
d.      Mengubah kebiasaan siswa  belajar dangan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
e.       Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat memyita waktu pelajaran yang berharga. Untuk itu guru harus membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Model pembelajaran Think-Pire-Share merupakan model pembelajaran yang nermaksud untuk melatih siswa bagaima mengutarakan pendapat dan  juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Think-Pire-Share diawali dengan guru mengemukakan sebuah permasalahan/pertanyaan terkait dengan materi yang sedang disampaikan, kemudian siswa di berikan kesempatan berfikir untuk menjawab permasalahan/pertanyaan tersebut lalu siswa diminta berpasangan di dalam kelompok masing-masing untuk mendiskusikan masalah tersebut dan pada akhirnya hasil diskusi tersebut di persentasikan ke seluruh kelas dan ini disebut tahap shering.
Model pembelajaran ini lebih menekankan pada keaktifan siswa sebagai pengganti diskusi seluruh kelas sehingga dengan demikian siswa diharapkan mampu mengutarakan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain, sehingga tercipta komunikasi/interaksi yang harmonis antara siswa dan guru maupun siswa dengan siswa.

B.     Kritik dan Saran
Dalam penyajian makalah ini masih banyak kekurangannya yang harus disempurnakan lagi, seperti pepatah menyatakan bahwa: ‘’Tiada gading yang tak retak’’ maka tiada kesempurnaan tak kesempurnaan tanpa kritik yang konstruktif baik dari dosen pengampu dan  para pembaca. Untuk itu saran dan kritik diharapkan untuk penyempurnaan makalah kami.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan    : SMP……………….
Mata Pelajaran          : Matematika
Kelas/Semester          : IX/1
Alokasi Waktu           : 2 Jam Pelajaran (1 x pertemuan)
Dilaksanakan             : Pada pertemuan  ke- 2

 I.      Standar Kompetensi       :  Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya
dalam pemecahan masalah
II.      Kompetensi Dasar           :  Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan
kongruen.
III.      Indikator                          :           
1.      Menjelaskan syarat-syarat dua segi tiga yang sebangun
2.      Menghitung salah satu sisi segitiga yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun
IV.      Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan:
1.      Siswa dapat menjelaskan syarat-syarat dua segi tiga yang sebangun
2.      Siswa dapat menghitung salah satu sisi segitiga yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun
V.      Materi Pembelajaran
Kekongruenan dan kesebangunan
þ  Segitiga-segitiga yang sebangun
VI.      Metode Pembelajaran
þ  Ceramah
þ  Demonstrasi
þ   Tanya jawab
þ  Diskusi, dan pemberian tugas
VII.      Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan
Apersepsi  : Guru menayakan kepada siswa secara acak tentang materi sebelumnya, untuk
mengetahui pemahaman siswa dan mengingatkan kembali tentang bangun-bangun yang sebangun.
Motivasi    : Memotivasi akan pentingnya menguasai materi ini dengan baik, untuk
membantu siswa dalam memahami memecahkan masalah.
Kegiatan Inti
1.    Guru menyampaikan inti materi tentang segitiga-segitiga yang sebangun
2.    Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok yang beranggotakan minimal 4-6 orang
3.    Guru mengajukan permasalahan/pertanyaan terkait dengan materi yang sedang dipelajari
4.    Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan.
5.    Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan.
6.    Siswa kembali kekelompok masing-masing dan diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusinya pada teman kelompoknya.
7.    Guru meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
8.    Guru memberikan pengayaan kepada siswa terkait jawaban dari permasalahan yang telah dipresentasikan oleh kelompok.
Penutup
1.    Guru meminta siswa membuat rangkuman terkait dengan materi yang telah dibahas.
2.    Guru bersama-sama siswa melakukan refleksi
3.    Guru memberikan tugas rumah untuk siswa sebagai latihan agar siswa dapat memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan materi yang telah dibahas.
VIII.      Alat/Bahan/Sumber Belajar
a.       Alat/Bahan
-       Laptop
-       LCD
-       Spidol
-       Penghapus, Papan Putih.

b.Sumber
-       Buku paket, yaitu buku Matematika SMP ESIS Kelas IXSemester Ganjil Edisi. 4 , karangan R. Suiman, dkk.
-       Buku referensi lain.
IX.            Penilaian
a. Prosedur Penilaian
1.         Penilaian proses               :  Observasi
2.         Penilaian Hasil                 : Tugas Individu,Unjuk kemampuan dan Ulangan
   Harian
b.Instrumen Penilaian                   : Uraian Singkat

Contoh Intrumen :
1.   
Q
N
Selidiki apakah  sebangun dengan . Bagaimana dengan sudut yang bersesuaian ?
100
30
O
7
21


15
R
P
M
45
                                                                    


2.   
Perhatikan gambar di samping. BC // DE, buktikan bahwa ∆ADE sebangun dengan ∆ABC.



KUNCI JAWABAN
1.       
                            
                              jadi sebangun dengan
Akibatnya besar besar besar  dan besar
2.      Misal panjang  dan . Karena ADE sebangun dengan ABC maka


 
 
 
Jadi perbandingan ruas garis-ruas garis pada kedua kaki ∆ABC adalah :



DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning .  Jakarta :  Grafindo.
Anita Lie. 2010. Cooperative Learning .  Jakarta :  Grafindo.
Agus Suprijono.  2009.  Cooperative Learning . Yogyakarta  :  Pustaka Pelajar.
Ibrahim, Muslim . dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya : University press.
Muhibin. 2004.  Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru . JAKARTA: PT. Remaja
Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar